gambar

gambar
KETUA KELAS

Kamis, 29 April 2010

CHOLELITHIASIS

CHOLELITHIASIS
( BATU EMPEDU )

Eka Hilman Nurrasa
04.07.1612


I. Pengertian :
a. Batu saluran empedu : adanya batu yang terdapat pada sal. empedu (Duktus Koledocus ).
b. Batu Empedu(kolelitiasis) : adanya batu yang terdapat pada kandung empedu.
c. Radang empedu (Kolesistitis) : adanya radang pada kandung empedu.
d. Radang saluran empedu (Kolangitis) : adanya radang pada saluran empedu.

II. Penyebab:
Batu di dalam kandung empedu. Sebagian besar batu tersusun dari pigmen-pigmen empedu dan kolesterol, selain itu juga tersusun oleh bilirubin, kalsium dan protein.
Macam-macam batu yang terbentuk antara lain:
1. Batu empedu kolesterol, terjadi karena : kenaikan sekresi kolesterol dan penurunan produksi empedu.
Faktor lain yang berperan dalam pembentukan batu:
• Infeksi kandung empedu
• Usia yang bertambah
• Obesitas
• Wanita
• Kurang makan sayur
• Obat-obat untuk menurunkan kadar serum kolesterol
2. Batu pigmen empedu , ada dua macam;
• Batu pigmen hitam : terbentuk di dalam kandung empedu dan disertai hemolisis kronik/sirosis hati tanpa infeksi
• Batu pigmen coklat : bentuk lebih besar , berlapis-lapis, ditemukan disepanjang saluran empedu, disertai bendungan dan infeksi
3. Batu saluran empedu
Sering dihubungkan dengan divertikula duodenum didaerah vateri. Ada dugaan bahwa kelainan anatomi atau pengisian divertikula oleh makanan akan menyebabkan obstruksi intermiten duktus koledokus dan bendungan ini memudahkan timbulnya infeksi dan pembentukan batu.

III. Pathofisiologi :
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang pada saluran empedu lainnya.
Faktor predisposisi yang penting adalah :
• Perubahan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu
• Statis empedu
• Infeksi kandung empedu
Perubahan susunan empedu mungkin merupakan faktor yang paling penting pada pembentukan batu empedu. Kolesterol yang berlebihan akan mengendap dalam kandung empedu .
Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan susunan kimia dan pengendapan unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu dapat menyebabkan stasis. Faktor hormonal khususnya selama kehamilan dapat dikaitkan dengan perlambatan pengosongan kandung empedu dan merupakan insiden yang tinggi pada kelompok ini.
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat memegang peranan sebagian pada pembentukan batu dengan meningkatkan deskuamasi seluler dan pembentukan mukus. Mukus meningkatkan viskositas dan unsur seluler sebagai pusat presipitasi. Infeksi lebih sering sebagai akibat pembentukan batu empedu dibanding infeksi yang menyebabkan pembentukan batu.

IV. Perjalanan Batu
Batu empedu asimtomatik dapat ditemukan secara kebetulan pada pembentukan foto polos abdomen dengan maksud lain. Batu baru akan memberikan keluhan bila bermigrasi ke leher kandung empedu (duktus sistikus) atau ke duktus koledokus. Migrasi keduktus sistikus akan menyebabkan obstruksi yang dapat menimbulkan iritasi zat kimia dan infeksi. Tergantung beratnya efek yang timbul, akan memberikan gambaran klinis kolesistitis akut atau kronik.

Batu yang bermigrasi ke duktus koledokus dapat lewat ke doudenum atau tetap tinggal diduktus yang dapat menimbulkan ikterus obstruktif.

V. Gejala Klinis
Penderita batu saluran empedu sering mempunyai gejala-gejala kronis dan akut.

GEJALA AKUT GEJALA KRONIS
TANDA :
1. Epigastrium kanan terasa nyeri dan spasme
2. Usaha inspirasi dalam waktu diraba pada kwadran kanan atas
3. Kandung empedu membesar dan nyeri
4. Ikterus ringan TANDA:
1. Biasanya tak tampak gambaran pada abdomen
2. Kadang terdapat nyeri di kwadran kanan atas
GEJALA:
1. Rasa nyeri (kolik empedu) yang
Menetap
2. Mual dan muntah
3. Febris (38,5C) GEJALA:
1. Rasa nyeri (kolik empedu), Tempat : abdomen bagian atas (mid epigastrium), Sifat : terpusat di epigastrium menyebar ke arah skapula kanan
2. Nausea dan muntah
3. Intoleransi dengan makanan berlemak
4. Flatulensi
5. Eruktasi (bersendawa)


VI. Pemeriksaan penunjang
Tes laboratorium :
1. Leukosit : 12.000 - 15.000 /iu (N : 5000 - 10.000 iu).
2. Bilirubin : meningkat ringan, (N : < 0,4 mg/dl).
3. Amilase serum meningkat.( N: 17 - 115 unit/100ml).
4. Protrombin menurun, bila aliran dari empedu intestin menurun karena obstruksi sehingga menyebabkan penurunan absorbsi vitamin K.(cara Kapilar : 2 - 6 mnt).
5. USG : menunjukkan adanya bendungan /hambatan , hal ini karena adanya batu empedu dan distensi saluran empedu ( frekuensi sesuai dengan prosedur diagnostik)
6. Endoscopic Retrograde choledocho pancreaticography (ERCP), bertujuan untuk melihat kandung empedu, tiga cabang saluran empedu melalui ductus duodenum.
7. PTC (perkutaneus transhepatik cholengiografi): Pemberian cairan kontras untuk menentukan adanya batu dan cairan pankreas.
8. Cholecystogram (untuk Cholesistitis kronik) : menunjukkan adanya batu di sistim billiar.
9. CT Scan : menunjukkan gellbalder pada cysti, dilatasi pada saluran empedu, obstruksi/obstruksi joundice.
10. Foto Abdomen :Gambaran radiopaque (perkapuran ) galstones, pengapuran pada saluran atau pembesaran pada gallblader.


Daftar Pustaka :

1. Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI 1990, Jakarta, P: 586-588.
2. Sylvia Anderson Price, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih Bahasa AdiDharma, Edisi II.P: 329-330.
3. Marllyn E. Doengoes, Nursing Care Plan, Fa. Davis Company, Philadelpia, 1993.P: 523-536.
4. D.D.Ignatavicius dan M.V.Bayne, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach, W. B. Saunders Company, Philadelpia, 1991.
5. Sutrisna Himawan, 1994, Pathologi (kumpulan kuliah), FKUI, Jakarta 250 - 251.
6. Mackenna & R. Kallander, 1990, Illustrated Physiologi, fifth edition, Churchill Livingstone, Melborne : 74 - 76.


VII. Pengkajian
1. Aktivitas dan istirahat:
• subyektif : kelemahan
• Obyektif : kelelahan
2. Sirkulasi :
• Obyektif : Takikardia, Diaphoresis
3. Eliminasi :
• Subektif : Perubahan pada warna urine dan feces
• Obyektif : Distensi abdomen, teraba massa di abdomen atas/quadran kanan atas, urine pekat .
4. Makan / minum (cairan)
Subyektif : Anoreksia, Nausea/vomit.
• Tidak ada toleransi makanan lunak dan mengandung gas.
• Regurgitasi ulang, eruption, flatunasi.
• Rasa seperti terbakar pada epigastrik (heart burn).
• Ada peristaltik, kembung dan dyspepsia.
Obyektif :
• Kegemukan.
• Kehilangan berat badan (kurus).
5. Nyeri/ Kenyamanan :
Subyektif :
• Nyeri abdomen menjalar ke punggung sampai ke bahu.
• Nyeri apigastrium setelah makan.
• Nyeri tiba-tiba dan mencapai puncak setelah 30 menit.
Obyektif :
Cenderung teraba lembut pada klelitiasis, teraba otot meregang /kaku hal ini dilakukan pada pemeriksaan RUQ dan menunjukan tanda marfin (+).
6. Respirasi :
Obyektif : Pernafasan panjang, pernafasan pendek, nafas dangkal, rasa tak nyaman.
7. Keamanan :
Obyektif : demam menggigil, Jundice, kulit kering dan pruritus , cenderung perdarahan ( defisiensi Vit K ).
8. Belajar mengajar :
Obyektif : Pada keluarga juga pada kehamilan cenderung mengalami batu kandung empedu. Juga pada riwayat DM dan gangguan / peradangan pada saluran cerna bagian bawah.

Prioritas Perawatan :
a. Meningkatkan fungsi pernafasan.
b. Mencegah komplikasi.
c. Memberi informasi/pengetahuan tentang penyakit, prosedur, prognosa dan pengobatan

Tujuan Asuhan Perawatan :
a. Ventilasi/oksigenasi yang adekwat.
b. Mencegah/mengurangi komplikasi.
c. Mengerti tentang proses penyakit, prosedur pembedahan, prognosis dan pengobatan

Diagnosa Perawatan:
A. Pola nafas tidak efektif sehubungan dengan nyeri, kerusakan otot, kelemahan/ kelelahan, ditandai dengan :
• Takipneu
• Perubahan pernafasan
• Penurunan vital kapasitas.
• Pernafasan tambahan
• Batuk terus menerus

B. Potensial Kekurangan cairan sehubungan dengan :
• Kehilangan cairan dari nasogastrik.
• Muntah.
• Pembatasan intake
• Gangguan koagulasi, contoh : protrombon menurun, waktu beku lama.

C. Penurunan integritas kulit/jaringan sehubungan dengan
• Pemasanagan drainase T Tube.
• Perubahan metabolisme.
• Pengaruh bahan kimia (empedu)
ditandai dengan :
• adanya gangguan kulit.

D. Kurangnya pengetahuan tentang prognosa dan kebutuhan pengobatan, sehubugan dengan :
• Menanyakan kembali tentang imformasi.
• Mis Interpretasi imformasi.
• Belum/tidak kenal dengan sumber imformasi.
ditandai : . pernyataan yang salah.
. permintaan terhadap informasi.
. Tidak mengikuti instruksi.

Daftar Pustaka :

7. Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI 1990, Jakarta, P: 586-588.
8. Sylvia Anderson Price, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih Bahasa AdiDharma, Edisi II.P: 329-330.
9. Marllyn E. Doengoes, Nursing Care Plan, Fa. Davis Company, Philadelpia, 1993.P: 523-536.
10. D.D.Ignatavicius dan M.V.Bayne, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach, W. B. Saunders Company, Philadelpia, 1991.
11. Sutrisna Himawan, 1994, Pathologi (kumpulan kuliah), FKUI, Jakarta 250 - 251.
12. Mackenna & R. Kallander, 1990, Illustrated Physiologi, fifth edition, Churchill Livingstone, Melborne : 74 - 76.

Asuhan keperawatan :
I. Indentitas klien :
• Nama :Tuan IL , 38 tahun, laki-laki.
• Alamat : Jalan Makmur, Bekasi.
• Status : Kawin.
• Agama : Islam
• Pendidikan : SMP
• Pekerjaan : Pedagang.
• Suber informasi : Klien dan istri.
• Tanggal masuk RS : 29 April 1998.
• Diagnosa Masuk : Kolangitis, Kolesistitis, Kolelitiasis.

II. Status Kesehatan saat ini :
Alasan kunjungan/ keluhan utama : 1 bulan sebelum masuk RS. Klien merasa nyeri perut kanan atas, nyeri tidak menjalar, nyeri bila menarik nafas, nyeri seperti ditusuk. Panas naik turun hingga menggigil, bila nyeri klien menjadi sesak. selama di rumah diberikan obat promag keluhan hilang tetapi hanya sementara. sehari sebelum masuk RS dirasa nyeri timbul lagi shg klien.

III. Riwayat Kesehatan yang lalu : Pada usia 12 tahun klien pernah bengkak diseluruh tubuh dan tidak pernah berobat, sembuh sendiri. belum pernah operasi dan dirawat di RS, tak ada alergi terhadap makanan dan obat-obatan , Klien merokok 1/2 bungkus per hari dan minum kopi 2x sehari. Kien terbiasa minum obat sendiri bila sakit tak pernah berobat ke dokter atau ke puskesmas . Frehuensi makan 3x sehari , berat badan waktu masuk ke RS 50 kg. makanan yang disukai supermi, Tak ada makanan yang pantangan. sedangkan makanan yang tidak disukai adalah gorengan dan makanan yang mengandung santan. nafsu makan baik. Frekuensi bab 1 x sehari konsistensi padat, sedangkan kencing rata-rata 6 x sehari, tak ada keluhan dalam eliminasi. klien tidak terjadwal dalam memenuhi pola istirahat dan tidur, kadang-kadang sampai pk. 23.00 Kegiatan waktu luang membuat meja dan kursi. Klien hidup bersama seorang istri dan 4 orang anaknya, 2 orang laki-laki dan 2 orang perempuan.

IV. Riwayat lingkungan
Kebersihan,lingkungan cukup, kondisi rumah luas, dengan enam kamar, tinggal dirumah dengan lingkungan yang ramai (padat bukan karena polusi atau kendaraan bermotor).

V. Aspek PsikoSosial :
Pola pikir sangat sederhana karena ketidaktahuan informasi dan mempercayakan sepenuhnya dengan rumah sakit. Klien pasrah terhadap tindakan yang dilakukan oleh rumah sakit asal cepat sembuh. Persepsi diri baik, klien merasa nyaman, nyeri tidak timbul sehubungan telah dilakukan tindakan cholesistektomi. Hubungan klien dan perawat baik, akomodatif, dengan bahasa indonesia yang cukup baik. Klien tidak mengeluh tentang biaya pengobatan/perawatan karena klien sudah menyiapkan sebelum masuk rumah sakit. Klien beragama Islam, sholat lima wakt, hanya kadang-kadang ia lakukan. Dirumah sakit klien tidak sholat karena menurutnya ia sakit.


Pengkajian Fisik :
1. Aktivitas/istirahat:
Klien merasakan lemah, mobilisasi duduk, merasa sakit pada lokasi drain bila posisi berubah dari berbaring ke duduk. Sore tidur 2 jam, malam tidur mulai jam 10.00. Kadang-kadang terganggu oleh keramaian pasien lain.
2. Sirkulasi :
Sinus normokardia, suhu subfebris 37,5 c , Denyut nadi :90 kali permenit.
3. Eliminasi
Klien bab 1 kali sehari, konsistensi lembek, warna kuning, jumlah urine 1500 cc/24 jam.
4. Makan/minum ( cairan )
• Sering regurgitasi, keluar cairan kurang lebih 200 cc/24 jam
• Diet cair (DH I) dihabiskan , 1200 kalori dalam 900 cc /24 jam
• Minum air putih 1500 cc/24 jam
• Peristaltik normal (20 30 kali/menit)
• Selama tujuh hari intake scara parenteral , yaitu amilase dan RD
• tidak kembung
• Klien tampak kurus (BB: 47,7Kg)
5. Nyeri/Kenyamanan
Tidak timbul rasa nyeri, hanya kadang-adang sakit, pada waktu perubahan posisi dari baring ke duduk.
6. Respirasi :
• Respirasi normal : 20 kali /menit
• Klien merasa nyaman bernafas bila duduk.
7. Keamanan :
• Suhu klien 37,5 C (subfebris)
• Sklera tampak icterik, kulit agak kering
• Tampak plebitis (kemerahan) pada bekas infus dilengan kiri dan kanan
8. Klien telah dilakukan operasi Cholecistektomi tanggal 30 April 1998. Sekarang ia mengalami perawatan hari ke delapan . Terpasang drainase T. Tube, produksi cairan hijau pekat 500cc/24 jam

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium tanggal 29 April 1998 :
• H B . 10,7 (13-16)
• Hematokrit : 31 ( 40 - 48 )
• Leukosit : 154.00 ( 50,00 - 100,00)
• Trombosit : 328,00 ( 200.00 - 500.00)
• Bilirubin Direck : 6,1 ( • Bilirubin Indireck : 1,8 ( • Bilirubin total :7,9 (0,3 - 1,0)
• Protein total : 5,7 ( 6 - 7,8 )
• Albumin :2,7 ( 4 - 5,2)
• Globulin : 3,0 (1,3 - 2,7 )
• Amilase darah :108 (17 - 115)
• SGOT : 70 ( < 37), SGPT : 58 (< 41 )
• Natrium darah :132 (135 - 147)
• kalium darah :3,2 (3,5 - 5,5 )
• Klorida darah : 105 (100 - 106)
2. Pemeriksaan Diagnostik lain:
• Ultrasonografi tanggal: 24 April l998
Kesan:Batu pada CBD yang menyebabkan obstruksi
Cholesistitis
• Cholesistografi tanggal 29 April 1998
Hasil : Tampak selang T-tube setinggi Thoracal XII kanan
3. Elektro kardiografi tanggal: 28 April 1998
Hasil : SR, QRS rate 60/menit
ST, T Changes negatif
4. Cholesistektomy, 29 April 1996 :
• keluar pus 10 cc, di kultur belum ada hasil
• ekstrasi batu, keluar batu besar dan kecil dan lumpur.
• dipasang T-tube dan CBD (Commond Bile Duct)

Pengobatan :
• 2 x 1 gr Cefobid (IV)
• 1 x 2 cc Vit B Comp (IM)
• 1 x 200 mg Vit. C (IV)

Persepsi klien terhadap penyakitnya :
Klien merasa optimis untuk sembuh dengan upaya pembedahan dan saat ini tidak merasakan sakit atau nyeri seperti sebelum operasi.

Kesan perawat terhadap klien :
Klien koperatif dan komunikatif, dan mempunyai motivasi untuk sembuh

Kesimpulan :
Dari data yang didapatkan dapat disimpulkan masalah yang ada saat ini adalah:
1. Potensial gangguan keseimbangan cairan
2. Gangguan integritas kulit
3. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit prognosis dan program pengobatan


NAMA KLIEN : ASUHAN KEPERAWATAN
BANGSAL/TEMPAT: MATA AJARAN : KMB
No DIAGNOSA PERAWATAN TUJUAN INTERVENSI RASIONAL IMPLEMENTASI EVALUASI
1. Potensial gangguan keseimbangan cairan sehubungan dengan :
• Kehilangan cairan dr nasogatric.
• Muntah
• Gangguan koagulasi darah : protrombin menurun, waktu beku lama.
Data Subyektif :

Data Obyektif :
• Muntah 200 cc
• Diit cair : DiitHepar I 900 cc
• Plebitis positf bekas infus pada tangan kiri.
• T-tube : keluar cairan 200 cc, warna hijau keruh
• Suhu 37,5 C
• Turgor kulit sedikit menurun
• Mukosa mulut baik
• Hb : 10,7 gr%
• Ht : 31 gr/dl
• Natrium : 132 meq/L
• Kalium : 3,2 meq/L
• Chlorida : 105 meq/L Menunjukkan keseimbangan cairan yg adekuat, ditandai dengan :
• Selaput membran yg lembab.
• Turgor kulit baik.
• Urine normal 1500 cc/24 jam
• Out put normal, tdk ada muntah.

1. Monitor intake & output, drainase dari T-tube, dan luka operasi. Timbang BB secara periodik
2. Monitor tanda vital, kaji mukosa membran, tur-gor kulit, nadi perifer
3. Observasi tanda perda-rahan contoh: hemate-mesis, ptekie, ekimosis
4. Gunakan jarum injeksi yang kecil dan tekan bekas tusukan dalam waktu yang lama
5. Gunakan sikat gigi yang lembut

KOLABORASIi :
6. Monitor hasil pemeri-ksaan Hb, elektrolit, pro-trombin, Cloting time dan bleeding time
7. Berikan cairan intra-vena, produksi darah sesuai dengan indikasi
8. Berikan cairan elektrolit
9. Beri Vitamin K (IV)


1. Memberikan imformasi ttg kebutuhan & fungsi organ tubuh. Khususnya cairan empedu yang keluar 200 - 500 ml, penurunan cairan empedu yang masuk ke intestine. Keluarnya cairan empedu terus menerus dalam jumlah yg banyak, menandakan adanya ob-struksi, kadang - kadang adanya fistula pd empedu. Indikasi yg adekuat pada volume sirkulasi /perfusi.

2. Protrombin menurun dan terjadi waktu pembekuan lama ketika adanya ob struksi saluran empedu. Meningkat pada resiko perdarahan.
3. Mengurangi trauma, resiko perdarahan / hematom
4. Menghindari trauma dan perdarahan gusi
5. Memberikan informasi volu me sirkulasi , keseimbangan elektrolit dan faktor pem bekuan darah
6. Mempertahankan volume sirkulasi yang adekuat dan mengembalikan faktor pembekuan yang adekuat
7. Mengoreksi hasil dari ketidak seimbangan dari pengeluaran gastrik dan luka
8. volume sirkulasi & mem-perbaiki ketidak seimba-ngan.
9. Meningkatkan atau mem- percepat proses pem- bekuan.




1. Memonitor dan mencatat intake cairan atau minum ,output dari T-tube, perda rahan luka operasi dan urine.
2. Mengobservasi tanda vital Tekanan darah, denyut nadi, suhu, dan respirasi, turgor dan mukosa mem-bran.
3. Melakukan observasi ada nya perdarahan pd daerah luka operasi, ple-bitis / hematom pada bekas pemasangan infus di lengan.
4. Memberikan suntikan dgn jarum kecil dan menekan bekas tusukan kurang lebih 5 menit.
5. Menganjurkan klien untuk menggosok gigi dengan sikat gigi yang lembut
6. Melakukan pemganbilan darah untuk pemeriksaan : albmin, globulin, Hb, Ht, Lekosit, trombosit, Na,K, Cl.
7. Infus amilase dan RD telah dilepas satu hari yang lalu (30 April 1996)
8. Tidak diberikan karena tidak ada indikasi
9. Tidak diberikan karena klien tidak dapat terapi tersebut 

Tgl 1 Mei 1996
S : Klien masih me rasa mual , sang- gup mengosok gigi dan berkumur.
O : Klien muntah 50 cc . Turgor kulit membaik, Intake :2500 cc, output 1500 cc, IWL 600 cc, T-tube 200 cc,Balance cairan -200 cc. TD: 120/80 mmHg, Nadi : 88x/menit, Suhu: 37.5 C, RR : 20x/menit, ple bitis pada tangan kiri bekas pengam bilan darah dan infus
A: Klien masih me merlukan penga wasan dalam ke seimbangan cai ran
P: Intervensi tetap diteruskan sambil observasi intake dan out put dan tanda-tanda vital. Sambil menunggu hasil laboratorium yang lain.


2.

Penurunan integritas kulit atau jaringan sehubu ngan dengan :
• Pemasangan drai- nase (T-tube)
• Perubahan metabo-lisme.
• Pengaruh bahan kimia (empedu)
Ditandai adanya gang-guan kulit :
Data Subyektif :
• Klien mengatakan : Kapan selang saya dicabut dan lukanya dapat capat sembuh karena ingin mandi bebas selama ini hanya dilap dgn whaslap.
• Banyak berkeringat & membuat badan tdk enak & gatal-gatal.
• Posisi tidur tdk enak krn ada luka operasi & selang.
• Matanya masih kuning tapi sudah berkurang dr sebelumnya.
Data Obyektif :
• Masih terpasang T-tube difiksasi ke tempat tidur.
• Jumlah cairan empe du yg keluar 200cc.
• Badan masih ikterus terutama sklera mata.
• Posisi tidur/ istirahat semifowler dan ber sandar di tempat tidur diganjal dgn bantal.
• Luka Operasi tdk tampak tanda-tan da infeksi.
• Terapi 2 x 1gram Ce fobit (IV).
• Lab Hasil bilirubin tgl 30-4-96. meningkat.
• Klien imobolisasi su dah 7 hari

Adanya pemulihan lu- ka tanpa komplikasi
Kriteria:
Perilaku yg meningkat terhadap pemulihan luka



1. Cek T-tube dan luka insisi, upayakan agar aliran bebas/lancar .
2. Observasi warna dan sifat drainase. Gunakan ostotomi bag yang disposible
3. Pertahankan posisi selang drainase tube di tempat tidur
4. Atur posisi semi fowler
5. Observasi sedakan, distensi abdomen, peritonitis dan pankreatitis
6. Ganti pakaian klien, higiene kulit, disekitar luka insisi.
7. Observasi perubahan warna kulit sclera dan urin

KOLABORASI :
1. Beri antibiotik sesuai indikasi.
2. lakukan penghentian T tube secara berkala mencoba slang saluran empedu sebelum di-angkat
3. Siapkan pembedahan bila diperlukan.
4. Monitor hasil lab: Contoh : Leukosit


1. Pemasangan T-tube di CBD selama 7 - 10 hari untuk mengeluarkan sisa-sisa batu. Tempat insisi untuk mengeluarkan sisa-sisa cairan pada empedu. Koreksi posisi untuk mencegah cairan kembali ke empedu.

2. Drainase berisi darah dan sisa darah, secara normal berubah warna hijau tua (warna empedu) sesudah beberapa jam pertama. Ostotomi mungkin digunakan untuk mengumpulkan cairan dan melindungi kulit
3. Mempertahankan lepasnya selang atau pembentukan lumen
4. Mempermudah aliran em pedu
5. Lepasnya T-tube dapat menyebabkan iritasi dia fragma atau komplikasi yg serius jika saluran empedu masuk ke dalam perut atau sumbatan pada salu ran pankreas
6. Menjaga kebersihan kulit disekitar insisi dapat mening katkan perlindungan kulit ter hadap ulserasi.
7. Perkembangan ikterik dpt diindikasikan sebagai ob- struksi sal. empedu.


• Untuk mengurangi infeksi atau abses
• Untuk mengetes kemam- puan saluran CBD sebelum T tube diangkat.
• Tindakan insisi atau dra inase/fistulektomi dilakukan untuk mengobati abses atau fistula.
• Peningkatan leukosit seba
gai gambaran adanya proses imflamasi contoh abses atau terjadinya peritonitis/pankeatitis.



1. Dressing luka insisi tiap pagi dan atur posisi drain agar tetap lancar
2. Melakukan observasi war-na, jumlah cairan drainase.
3. Mencek posisi selang dan memfiksasi selang drainase ditempat tidur
4. Mengatur klien posisi semi fowler dan posisi duduk
5. Mengobservasi adanya sedakan, distensi abdomen, peritonitis dan pankreatitis
6. Mengganti pakaian tiap pagi dan sore, bersama istri klien membersihkan kulit dengan sabun dan air.
7. Melakukan observasi ter hadap kulit, sclera mata dan warna urin.


• Memberikan injeksi Cefobit 1 gram (IV) jam 08.00 pagi.
• Melakukan klem pada slang saluran empedu
• Tindakan tidak dilakukan sebab tidak ada indikasi.
• Melakukan pengambilan untuk pemeriksaan peme riksaan leukosit. tanggal 1`mei 96.

S: Kliem mengatakan masih merasa terganggu dgn adanya drain t-tube, sudah dpt istirahat/tidur dgn posisi semofowler.
O: Mandi 2x sehari dibantu istri menggunakan sabun & sikat gigi yg lembut. menggunakan bedak/powder utk tubuh, baju bersih & kering, dapat tidur siang selama 2 jam dgn posisi semifowler, luka operasi/daerah pemasangan drain tdk ada tanda infeksi & balutan dlm keadaan bersih & kering. Lingkungan klien (tempat tidur) dalam keadaan bersih dan rapih. Injeksi antibiotik 1 gram Cefobit sudah diberikan.
Hasil lab. ulang belum ada.
A: Masalah penurunan integritas kulit masih ada.
P : Lanjutkan intervensi terutama pertahankan/tingkatkan personal higiene , tingkatkan mobilisasi/jalan sesuai kemampuan.



3.

Kurang pengetahuan tentang kondisi prog nosa dan kebutuhan pengobatan, sehubu ngan dgn : menanya kan kembali ttg imfor masi, menanyakan kem bali informasi, belum /tidak kenal dengan sumber imformasi ditan- dai :
• Pernyataan yang salah.
• Permintaan thd im- formasi.
• Tidak mengikuti ins- truksi.
Data subyektif :
• klien menyatakan bahwa tdk mengerti ttg proses penyakit, prosedur pembe-dahan & pengoba-tan karena tdk ada yg memberi tahu, dan dokter memberi tahu bahwa saya harus operasii.

• Secara verbal me ngerti akan proses penyakit, pengoba tan dan prognosis pembedahan.
• Melakukan koreksi thd prosedur yang penting & menjelaskan reaksi dr tindakan.
• Menilai perubahan gaya hidup dan ikut serta dalam pengobatan

1. Kaji ulang pada klien ttg pengetahuan pro- ses penyakit , prosedur pembedahan , prog- nosa.
2. Ajarkan perawatan insisi atau membersihkan luka .
3. Anjurkan agar aliran T Tube dikumpul;kan dlm kantong dan catat pengeluarannya.
4. Pertahankan diit rendah lemak selama  4 - 6 bulan.
5. Hindari alkohol,
6. Anjurkan klien utk men-catat dan menghindari makanan yg dpt me-nyebabkan deare.
7. Identifikasi tanda/ gejala : urine keruh, warna kuning pada mata/kulit, warna feses.
8. Kaji ulang keterbatsan aktifitas, tergantung situasi individu.

1. beri pengetahuan dasar pada klien sehingga klien dapat memilih imformasi yang dibutuhkan.
2. Akan mengurangi ketergan ungan dalam perawatan, dan menurunkan resiko kom likasi. (infeksi, obstruksi empedu)
3. Menurunkan resiko aliran balik pada slang T-tube. Memberi informasi ttg kembalinya edema saluran/ fungsi saluran.
4. Selama enam bulan setelah pembedahan bo-leh sedikit diberikan rendah makanan rendah lemak utk memberikan rasa nyaman karena ggn sistim pencernaan lemak.
5. Meminimalkan resiko terja- dinya penkreatitis
6. Pembatasan diityang pasti mungkin dapat menolong misalnya dgn diit rendah lemak. Sesudah periode pemulihan pasien tdk me-ngalami masalah yg ber-hubungan dgn makanan.
7. Merupakan indikai sumba-tan saluran empedu/ ggn degestif, dpt digunakan utk evaluasi & intervensi
8. Kebiasaan aktifitas dapat dimulai lagi secara normal dalam waktu 4 - 6 minggu



1. Menanyakan seberapa jauh klien mengetahui ttg proses penyakit, prosedur pembedahan serta prog-nosa.
2. Menganjurkan klien untuk menjaga balutan luka agar tetap bersih dan kering.
3. Menganjurkan klien untuk mencatat pengeluaran cairan yang terkumpul di kantong T tube.
4. Memberitahu pasien agar 4 - 6 bulan diberi diit rendah lemak.
5. Menganjurkan klien utk tidak minum alkohol.
6. Melakukan diskusi dengan klien dan keluarga utk menghindari makanan yg dpt menimbulkan deare.




7. Memberitahu utk mengi-dentifikasi & mencatat tan-da & gejala : urin keruh, warna kuning pada mata dan kulit & warna feses.
8. Menganjurkan klien utk membatasi aktifitas selama 4 - 6 minggu Tgl 1 mei 1996

S :Klien menga-takan bahwa telah mengerti ttg pro-ses penyakit & prosedur pembe-dahan yg telah dilakukan, klien sanggup utk men-jaga luka tetap bersih & kering, klien sanggup me-ngikuti diit lemak & tdk merokok.& tdk akan minum al kohol.
O:Kien dapat menyebutkan atau menjawab dengan benar : operasi tujuannya utk mengeluarkan batu empedu, dipasang drain utk mengeluarkan cairan sisa -sisa operasi, posisi se-mifowlwer/duduk agar cairan keluar lancar, suntikan agar lukanya capat sembuh. Balutan luka ke-ring, urine kuning , mata sedikit ikte-rus feses lembek kuning.
A: Pengetahuan kli en ttg. peny, pe nyebab, prognosa , faktor resiko yg terjadi.
P :lanjutkan Inter-vensi nomor 4, 5, 7, 8 ,9. diteruskan. Dischart planing :
1. Diit rendah le-mak (kola-borasi).
2. Mengurangi aktifitas sesuai anjuran 4 - 6 bln.
3. Control teratur


Selasa, 27 April 2010

HIPERTENSI

I PUTU ANDRIA WARDANA
B / KP / VI
04.07.1618



A. Landasan Teori
Defenisi Hipertensi
Sampai saat ini belum ada definisi yang tepat mengenai hipertensi, oleh karena tidak ada batasan yang jelas yang membedakan antara hipertensi dan normotensi. Namun bukti menunjukkan bahwa peningkatan tekanan darah akan meningkatkan mortalitas dan mordibitas. Secara teoritis, hipertensi sebagai suatu tingkat tekanan darah, dimana komplikasi yang mungkin timbul menjadi nyata. Ada beberapa beberapa pendapat lain yang berusaha untuk menjelaskan definisi hipertensi, diantarannya :
a. Hipertensi didefinisikan oleh “joint national committee on detection, evaluation and treatment of high blood pressure (JNC)” sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan darah normal tinggi sampai hipertensi maligna. Keadaan ini dikatagorikan sebagai primer/esensial (hampir 90% dari semua kasus) atau sekunder, terjadi sebagai akibat dari kondisi patologis yang dapat dikenali seringkali dapat diperbaiki.
b. Definisi hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan tekanan darah diasatolik ≥90 mmHg, atau bila pasien obat antihipertensi. (Kapita Selecta Kedokteran ,2001, hal.518).
c. Menurut WHO, hipertensi adalah kenaikan tekanan darah diatas atau sama 160/95 mmHg.
d. Menurut Kaplan, Kaplan mendefinisikan hipertensi berdasarkan atas perbedaan usia dan jenis kelamin :
1. Pria usia kurang dari 45 tahun, dikatakan hipertensi apabila tekanan darah pada waktu berbaring diatas atau sama dengan 130/90 mmHg.
2. Pria usia lebih dari 45 tahun, dikatakan hipertensi apabila tekanan darahnya diatas 145/95 mmHg.
3. Pada wanita tekanan darah diatas atau sama dengan 160/95 mmHg dinyatakan hipertensi.

Etiologi
Menurut penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua yaitu:
1. Hipertensi Primer atau Esensial.
Hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi Taropatik terdapat sekitar 95 % kasus. Banyak factor yang mempengaruhi seperti genetic, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatis, sistim rennin angiostensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca Intraseluler dan factor-faktor yang meningkatkan resiko seperti obesitas, alcohol, merokok serta polisetemia.
2. Hipertensi Sekunder atau Hipertensi Renal
Hipertensi ini dapat diketahui penyebabnya dan biasnya disertai keluhan atau gejala-gejala dari penyakit yang menyebabkan hipertensi tersebut. Penyakit yang dapat menyebabkan hipertensi ini misalnya :
a. Kelainan Hormon
1. Pil KB: kontrasepsi oral yang mengandung estrogen menyebabkan peningkatan angiostensinogen dan kemudian akan meningkatkan angiostensin II. Peningkatan angiostensin II ini juga dirangsang oleh pengeluaran rennin akibart peningkatan stimulasi syaraf simpatis. Akibat peningkatan angiostensin II ada 2 hal yaitu : aspek konstriktor arteriola perifer dan peningkatan sekresi aldosteron yang mengakibatkan reasorbsi Na dan air.
2. Neokromositoma/Tumor Medulla Adrenal atau jaringan pensekresi ketoalamin di bagian lain tubuh: tumor ini mensekresi epinefrin yang menyebabkan kadar glukosa plasma dan tingkat metabolisme meningkat sehinngga memungkinkan terjadinya hipertensi.
3. Sindrom Chusing, hipertensi pada penyakit ini diakibatkan oleh peningkatan ACSH yang kemudian merangsang peningkatan glukortikod (kortisol) sehingga menyebabkan glukonegenesis dan perubahan dalam distribusi jaringan adipose. Dua hal tersebut meningkatkan obesitas.
b. Penyakit Metabolic
Diabetes mellitus : pada DM terjadi netropati diabetic mikroangiopati diabetic sehingga mengakibatkan nefropati diabetic dan disfungsi filtrasi glomerulo.
c. Penyakit Ginjal
1. Glomerulo nefritis akut : lesi pada glomerulus menyebabkan retensi air dan garam sehingga menyebabkan hipertensi.
2. penyempitan arteri renalis
d. Lain-Lain
1. Koarktasio aorta/penyempitan congenital suatu segmen aorta torakalis hal ini meningkatkan resistensi aliran darah aorta sehingga mengakibatkan hipertensi berat.
2. Pre eklamsia, pada pre eklamsia terjadi retensi pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air.

Manifestasi Klinis
Gejala yang timbul bervariasi, tergantung dari tinggi rendahnya derajat hipertensi. Pada hipertensi esensial dapat berjalan gejala dan pada umumnya baru timbul gejala terjadi komplikasi pada organ target seperti pada ginjal, mata, otak, dan jantung yang sering dijumpai berupa:
1. Sakit kepala
2. Vertigo
3. Perdarahan retina
4. Gangguan penglihatan
5. Proteinuria
6. Hematuria
7. Tachhicardi
8. Palpitasi
9. Pucat dan mudah lelah
Tetapi kebanyakan pula pasien yang menderita hipertensi tidak mempunyai keluhan. Dan ada juga beberapa pasien mengeluh sakit kepala, pusing, lemas, sesak nafas, kelelahan, kesadaran menurun, gelisah, mual, muntah, epistaksis, kelemahan otot atau perubahan mental.

Patofisiologi
DM Penyempitan Koarktasio aorta
Arteri renalis
Mikroangiopati/ Penyempitan congenital segmen
Lesi spesifik diabetic ↓ Aliran darah aorta torakalis
pada ginjal
nefropati diabetic Retensi aliran darah aorta
↓Tekanan filtrasi
glomerolus
Pre eklamsi

Glomerulo Sel-sel kapiler
nefritis akut glomerolus
menyempit
Lesi pada
glomerolus

Disfungsi filtrasi Feokromositoma
glomerulo
↑ Epinefrin
Perbedaan antara tingkat
filtrasi glomerolus dan ↑ Kadar glukosa dan
tingkat penyerapan tingkat metabolisme
kembali oleh tubulus

Retensi Na dan air Efek konstriksi ↑Volume plasma
Genetic
↑ Volume plasma

↑ Out put jantung ↑ Curah jantung ↑ Volume darah
dan sirkulasi
↑ Volume sirkulasi


Efek konstriksi Kerusakan vaskuler
arteriola perifer pembuluh perifer
Patofisiologi



Kerusakan vaskuler
Pembuluh pearifer

Perubahan struktur dalam arteri kecil dan arteriola

Penyumbatan pembuluh/vasokontriksi

Gangguan sirkulasi

Otak mata ginjal ginjal

Peningkatan tekanan kerusakan sel nekrosis fibrinoid ↓cardiac output
Vaskuler serebral endotel pada pembuluh
*sakit kepala aferen+penebalan
*vertigo robekan/obliterasi intima arteri manifestasi klinis
*tachicardi
*Perdarahan retina *Perdarahan retina nekrosis kapiler *pucat
*Gangguan penglihatan *Gangguan penglihatan glomerolus *mudah lelah
sampai dgn kebutaan sampai dgn kebutaan *protein uria *palpitasi
*hematuria *diaphorosis




Gagal ginjal akut
(komplikasi


Patofisiologi


Saraf simpatis ↑


Rennin ↑


Angiostensinogen (hati)


Angiostensin I (paru)

ACE (angiostensin converting enzim)
Angiostensi II



Rangsang saraf Vasokontriksi Aldosteron ↑
Pusat haus


ADH ↑ Retensi Na


Over volum ↑TD Over volum



















Diagnosis
Diagnosis hipertensi tidak dapat ditegakkan dalam satu kali pengukuran, hanya dapat ditetapkan setelah dua kali atau lebih pengukuran pada kunjungan yang berbeda, kecuali terdapat kenaikan yang lebih tinggi atau gejala-gejala klinis. Pengukuran tekanan darah dialakukan dalam keadaan pasien duduk bersandar, setelah beristirahat selama lima menit, dengan ukuran pembungkus lengan yang sesuai (menutupi 80% lengan). Tensimeter dengan air raksa masih tetap dianggap alat pengukur yang terbaik.
Anamnesis yang dilakukan meliputi tingakat hipertensi dan lama menderitanya, riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan seperti penyakit jantung koroner, gagal jantung, penyakit serebrovaskuler dan lainnya. Apakah terdapat riwayat penyakit dalam keluarga, gejala-gejala yang berkaitan dengan penyebab hipertensi, perubahan aktifitas /kebiasaan (seperti merokok) konsumsi makanan, riwayat obat-obatan bebas, hasil dan efek samping terapi hipertensi sebelumnya bila ada, dan factor psikososial lingkungan (keluarga, perkerjaan dan lain-lain).
Dalam pemerikasaan fisik dialkukan pengukuran tekanan darah dua kali atau lebih dengan jarak 2 menit, kemudian diperiksa ulang pada lengan kontralateral. Dikaji berat badan dan tinggi pasien. Kemudian dilakukan pemeriksaan funduskopi untuk mengetahui adanya retinopati hipertensif, pemeriksaan leher untuk mengetahui bising carotid, pembesaran vena atau kelenjar tiroid. Dicari tanda-tanda gangguan gangguan irama dan denyut jantung, pembesaran ukuran, bising, derap dan bunyi jantung ke tiga atau keempat. Paru diperiksa untuk mencari ronki dan bronkospasme. Pemeriksaan abdomen dilakukan untuk mencari adanya masa, pembesaran ginjal dan pulsasi aorta yang abnormal. Pada ektrimitas dapat ditemukan pulsasi perifer yang menghilang, edema dan bising. Dilakukan pula pemeriksaan neurology.
Perhimpunan nefrologi Indonesia memilih klasifikasi sesuai WHO/ISH karena sederhana dan memenuhi kebutuhan, tidak bertentangan dengan strategi terapi, tidak meragukan karena memiliki sebaran luas dan tidak rumit, serta terdapat pula unsur unsure sistolik yang juga penting dalam dalam penentuan.



Klasifikasi sesuai WHO/ISH
Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolic (mmHg)
Normotensi <140 <90 Hipertensi ringan 140-180 90-105 Hipertensi perbatasan 140-160 90-95 Hipertensi sedang dan berat >180 >105
Hipertensi sistolik terisolasi >140 >90
Hipertensi sistolik perbatasan 140-160 <90

Hipertensi sistolik terisolasi adalah hipertensi dengan tekanan sistolik sama atau lebih dari 160 mmHg. Keadaan ini berbahaya dan memiliki peranan sama dengan hipertensi diastolic, sehingga harus diterapi.
Klasifikasi pengukuran tekanan darah berdasarkan The Sixth Of The Joint National Commite On Prevention, Detection, Evaluation, And Treatment Of High Blood Presure, 1997.

Katagori Sistolik(mmHg) Diastolic(mmHg) Rekomendasi
Normal <130 <85 Periksa ulang dalam 2 tahun
Perbatsan 130-139 85-89 Periksa ulang dalam 1 tahun
Hipertensi tingkat 1 140-159 90-99 Konfirmasi dalam 1 atau 2 bulan
Anjuarkan modifikasi gaya hidup
Hipertensi tingkat 2 160-179 100-109 Evaluasi atau rujuk dalam 1 bulan
Hipertensi tingkat 3 ≥ 180 ≥ 110 Evaluasi atau rujuk segera dalam 1 mingguberdasrkan kondisi klinis

Catatan : pasien tidak sedang sakit atau minum obat antihipertensi. Jika tekanan sistolik dan diastolic berada dalam katagori yang berbeda, masukkan kedalam katagori yang lebih tinggi.



Pemerikasaan Diagnostik
1. Hemoglobin/hematrokit : bukan diagnostic tetapi mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat menginsikasikan factor-faktor resiko seperti hiperkoaagulabilitas, anemia.
2. BUN/Kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi /fungsi ginjal.
3. Glukosa : hiperglikemia (DM adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan peningkatan ketoalamin (meningkatkan hipertensi).
4. Kalsium serum : peningkatan kadar kalium serum dapat meningkatkan hipertensi
5. Kalium serum : hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretic.
6. Kolesterol dan trigleserida serum : peningkatan kadat dapat mengidikasikan adanya pembentukan plak ateromatosa.
7. Pemriksaan tiroid : hipeartiroidisme dapat menimbulkan vasokontriksi dan hipertensi.
8. Urinalisa : darah, protein, glukosa mengisayaratkan disfungsi ginjal dan / adanya diabetes.
9. VMA urin (metabolit ketoalamin) : kenaikan dapat mengidikasikan adanya adanya feokromositoma (penyebab) : VMA urin 24 jam dilakukan untuk pengkajian feokromositoma bila hipertensi hilang timbul.
10. Asam urat : hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai factor resiko terjadimya hipertensi.
11. Steroid urin : kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme, feokromositoma, atau difungsi pituitary, sindrom cushing, kadar urin dapat meningkat.
12. Foto thorak : dapat menunjukkan obstruksi pada area katup, deposit pada dan/ takik aorta, batu ginjal/ureter.
13. CT Scan : mengkaji tumor serebral, CSU, enselopati, atau feokromositoma.
14. ECG : dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi. Luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.

Penatalaksanaan
Tujuan deteksi dan penatalakasanaan hipertensi adalah merunkan resiko penyakit kardiovaskuler dan mortabilitas serta morsibitas yang berkaitan. Tujuan terapi adalah mencapaij dan mempeartahankan tekanan sistolik dibawah 140 mmHg dan tekanan diastolic dibawah 90 mmHg dan mengontrol factor resiko. Hal ini dapat dicapai melalui modifikasi gaya hidup saja, atau dengan obat antihipertensi.
Kelompok resiko dikategorikan menjadi :
1. Pasiien dengan tekanan darah perbatasan, atau tingkat 1, 2 atau 3 tanpa gejala penyakit kardiovaskuler, kerusakan organ, factor resiko lainnya. Bila dengan modifikasi gaya hidup tekanan darah belum dapat diturunkan maka harus diberikan obat antihipertensi.
2. Pasien tanpa penyakit kardiovaskuler atau kerusakan organ lainnya, tapi memiliki satu atau lebih factor resiko yang tertera diatas, namun bukan diabaetes militus. Jika terdapat beberapa factor maka harus langsung diberikan obat antihipertensi.
3. Pasien dengan gejala klinis penyakit kardiovaskuler atau kerusakan organ jelas.
Factor resiko : usia lebih dari 60 tahun, merokok, disiplidemia, DM, jenis kelamin (pria atau wanita menopause), riwayat penyakit kardiovaskuler dalam keluarga.
Kerusakan organ atau penyakit kardiovaskuler : penyakit jantung (hipertrofi ventrikel kiri, infark miokard, angina pectoris, gagal jantung, riwayat revaskularisasi koroner, strok, TIA, nefropati, penyakit arteri perifer, dan retinopati.


Penatalaksanaan berdasarkan klasifikasi resiko:
Tekanan Darah Kelompok Resiko A Kelompok Resiko B Kelompok Resiko C
130-139/85-89 Modifikasi gaya hidup Modifikasi gaya hidup Dengan obat
140-159/90-99 Modifikasi gaya hidup Modifikasi gaya hidup Dengan obat
≥160/≥100 Dengan obat Dengan obat Dengan obat

Modifikasi gaya hidup cukup efektif, dapat menurunkan resiko kardiovaskuler dengan biaya sedikit, dan resiko minimal. Tata laksana ini tetap dianjurkan meski harus dsertai obat antihipertensi karena dapat menurunkan jumlah dan dosis obat.
Langkah-langkah yang dianjurkan untuk:
1. Menurunkan berat badan bila terdapat kelebihan(indeks masa tubuh ≥ 27).
2. Membatasi alcohol.
3. Meningkatkan aktifitas aerobic (30-45 menit/hari).
4. Mengurangi asupan natrium (<100 mmol Na/2,4g Na/6 g NaCl/hari).
5. Mempertahankan asupan kalium yang adekuat (90mmol/hari).
6. Mempertahankan asupan kalsium dan magnesium yang adekuat.
7. Berhenti merokok dan mengurangi asupan lemak jemuh dan kolesterol dalam makanan.
Penatalaksanaan dengan obat antihipertensi bagi sebagian besar pasien dimulai dengan dosis rendah kemudian ditingkatkan secara titrasi sesuai dengan umur, kebutuhan dan usia. Terapi yang optimal harus efektif selama 24 jam, dan lebih disukai dalam dosis tunggal karena kepatuhan lebih baik, lebih murah, dapat mengontrol hpertensi terus-menerus dan lancar, dan melindungi pasien terhadap berbagai resiko dari kematian mendadak, serangan jangtung, atau stroke akibat peningkatan tekanan darah mendadak saat bangun tidur. Sekarang ini terdapat pula obat yang berisi kombinasi dosis rendah obat dari golongan yang berbeda. Kombinasi ini terbukti memberikan efektifitas tambahan dan mengurangi efek samping.
Setelah diputuskan memakai obat antihipertensi dan bila tidak terdapat indikasi untuk memilih golongan obat tertentu, diberikan deuretik atau beta bloker. Jika respon tidak baik dengan dosis penuh, dilanjutkan sesuai algoritma. Dieretik biasanya menjadi tambahan karena dapat meningkatkan efek obat lain. Jika obat kedua dapat mengontrol tekanan darah dengan baik minimal 1 tahun, dapat dicoba menghentikan obat pertama melalui penurunan dosis secara perlahan dan progresif.
Pada beberapa pasien mungkin dapat dimulai dengan terapi dengan lebih dari satu obat secara langsung. Pasien dengan tekanan darah ≥200/≥120 mmHg harus diberikan terapi dengan segera dan jika terdapat gejala kerusakan organ harus dirawat di rumah sakit.

Kamis, 22 April 2010

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN MENINGITIS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN MININGITIS

I. LANDASAN TEORI .

A. PENGERTIAN
Miningitis adalah suatu reaksi keradangan yang mengenai satu atau semua lapisan selaput yang menghubungkan jaringan otak dan sumsum tulang belakang, yang menimbulkan eksudasi berupa pus atau serosa, disebabkan oleh bakteri spesifik / non spesifik atau virus.

B. ANATOMI & FISIOLOGI SELAPUT OTAK.

Selaput otak terdiri dari 3 lapisan dari luar kedalam yaitu Durameter, Aranoid, Piameter.
Durameter terdiri dari lapisan yang berfungsi kecuali didalam tulang tengkorak, dimana lapisan terluarnya melekat pada tulang dan terdapat sinus venosus. Falx serebri adalah lapisan vertikal durameter yang memisahkan kedua hemisfer serebri pada garis tengah. Tentorium serebri adalah ruang horizontal dari Durameter yang memisahkan lobus oksipitalis dari serebelum.
Araknoid merupakan membran lembut yang bersatu ditempatnya dengan parameter, diantaranya terdapat ruang subarnoid dimana terdapat arteri dan vena serebral dan dipenuhi oleh cairan serebrospinal. Sisterna magna adalah bagian terbesar dari ruang subaranoid disebelah belakang otak belakang, memenuhi celah diantara serebelum dan medulla oblongata.
Piamater merupakan membran halus yang kaya akan pembuluh darah kecil yang mensuplai darah keotak dalam jumlah yang banyak. Piameter adalah lapisan yang langsung melekat dengan permukaan otak dan seluruh medula spinalis.
Miningitis dapat disebabkan oleh berbagai organisme yang bervariasi, tetapi ada tiga tipe utama yakni:
1. Infeksi bakteri, piogenik yang disebabkan oleh bakteri pembentuk pus, terutama meningokokus, pneumokokus, dan basil influenza.
2. Tuberkulosis, yang disebabkan oleh basil tuberkel (Mycobacterium tuberculose).
3. Infeksi virus, yang disebabkan oleh agen-agen virus yang sangat bervariasi.



C. ETIOLOGI & EPIDEMIOLOGI.


Miningitis bakteri dapat disebabkan oleh setiap agen bakteri yang bervariasi. Haemophilus Influenza (Tipe β), Streptococcus pneumoniae, dan Naisseria Miningitis (meningokokus) bertanggung jawab terhadap meningitis pada 95 % anak-anak yang lebih tua dari usia 2 bulan. Haemophilus influenzae merupakan organisme yang dominan pada usia anak-anak 3 bulan sampai dengan 3 tahun, tetapi jarang pada bayi dibawah 3 bulan, yang terlindungi oleh substansi bakteri yang didapat secara pasif dan pada anak-anak diatas 5 tahun yang mulai mendapat perlindungan ini.
Organisme lain adalah Streptococus β hemolyticus, Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli. Penyebab utama meningitis neonatus adalah organisme Streptococcus β hemolyticus dan Escherichia coli. Infeksi Escherichia coli jarang terjadi pada anak-anak usia setelah bayi (lebih dari 1 tahun). Meningitis meningokokus (serebrospinal epidemik) terjadi pada bentuk epidemik dan merupakan satu-satunya tipe yang ditularkan melalui infeksi droplet dari sekresi nasofaring. Meskipun kondisi ini dapat berkembang pada setiap usia, risiko infeksi meningokokus meningkat dengan seringnya kontak dan oleh karena itu infeksi terutama terjadi pada anak-anak usia sekolah dan adolesens.
Laki-laki lebih sering terkena dibandingkan dengan perempuan terutama pada periode neonatal. Angka kesakitan tertinggi seteleh timbulnya meningitis mengenai anak-anak pada usia antara kelahiran sampai dengan empat tahun (dibawah lima tahun). Faktor maternal seperti ketuban pecah dini dan infeksi ibu hamil selama trimester akhir merupakan penyebab utama meningitis neonatal.
Terjadinya defisiensi pada mekanisme imun dan berkurangnya aktivitas leukosit dapat mempengaruhi insiden pada bayi baru lahir, anak-anak dengan defisiensi imunoglobulin, dan anak-anak yang menerima obat-obatan imunosupresif. Meningitis yang muncul sebagai perluasan dari infeksi-infeksi bakteri yang bervariasi kemungkinan disebabkan kurangnya resistensi terhadap berbagai organisme penyebab. Adanya kelainan SSP, prosedur / trauma bedah saraf, infeksi-infeksi primer dilain organ merupakan faktor-faktor yang dihubungkan dengan mudahnya terkena penyakit ini.

D. PATOFISIOLOGI

Rute infeksi yang paling sering adalah penyebaran vaskuler dari fokus-fokus infeksi ketempat lain. Contohnya organisme nasofaring menyerang pembuluh-pembuluh darah yang terdapat didaerah tersebut dan memasuki aliran darah keserebral atau membentuk tromboemboli yang melepaskan emboli sepsis kedalam aliran darah. Invasi oleh perluasan langsung dari infeksi-infeksi disinus paranasal dan disinus mastoid jarang terjadi. Organisme-organisme dapat masuk melalui implantasi langsung setelah luka yang tertembus, fraktur tulang tengkorak yang memberikan sebuah lubang kedalam kulit atau sinus, lumbal fungsi, prosedur pembedahan dan kelainan-kelainan anatomis seperti shunt ventrikuler. Organisme-organisme yang terimplantasi menyebar kedalam cairan serebrospinal oleh penyebaran infeksi sepanjang rongga subarnoid.
Proses infeksi yang terlihat adalah inflamasi, eksudasi akumulasi leukosit dan tingkat kerusakan jaringan yang bervariasi. Otak menjadi hiperemis, edema, dan seluruh permukaan otak tertutup oleh lapisan eksudat purulen dengan bervariasi organisme.

E. MANIFESTASI KLINIK.
Neonatus :
♦ Gejala tidak khas
♦ Panas ±
♦ Anak tampak malas, lemah, tidak mau minum, muntah dan kesadaran menurun.
♦ Ubun-ubun besar kadang-kadang cembung.
♦ Pernafasan tidak teratur.
Anak umur 2 bulan - > 2 tahun :
♦ Gambaran klasik (-)
♦ Hanya panas, muntah, gelisah, kejang berulang.
♦ Kadang-kadang “ high pitched cry “.
Anak umur > 2 tahun :
♦ Panas , menggigil, muntah, nyeri kepala.
♦ Kejang
♦ Gangguan kesadaran.
♦ Tanda-tanda rangsang meningeal : kaku kuduk, tanda Brudzinski dan Kering.

Gejala yang sering terlihat :
• Keluhan penderita mula-mula nyeri kepala yang menjalar ketengkuk dan punggung
• Kesadaran menurun
• Kaku kuduk, disebabkan mengejangnya otot-otot ekstensor tengkuk ;
• Terdapat tanda kernig dan Brundzinski yang positif.
Tanda kernig yang positif adalah bila paha ditekuk 90° keventral, tungkai dapat diluruskan pada sendi lutut.

F. PERUMUSAN DIAGNOSTIK.


Diagnostik miningitis akut bakteri tidak dapat dibuat berdasarkan gejala klinis. Diagnosis pasti hanya dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan cairan serebrospinal melalui lumbal pungsi. Tekanan cairan diukur dan cairannya diambil untuk kultur, pewarnaan gram, hitung jenis, serta menentukan kadar glukosa dan protein. Penemuan ini umumnya diagnostik Kultur dan pewarnaan gram dibutuhkan untuk menentukan kuman penyebab. Tekanan cairan serebrospinal biasanya meningkat, tetapi interpretasinya seringkali sulit bila anak sedang menangis.
Umumnya dijumpai leukositosis dengan predominan leukosit PMN, tapi bisa sangat bervariasi. Warna cairan biasanya opalesen sampai keruh, reaksi nonne dan pandy akan positif. Kadar khlorida akan menurun tapi ini tidak selalu terjadi. Kadar glukosa berkurang, umunya sesuai perbandingan lamanya dan beratnya infeksi. Hubungan antara glukosa dalam cairan serebrospinal dengan glukosa darah sangat penting dalam mengevaluasi kadar glukosa dalam cairan serebrospinal, oleh karena itu sampel glukosa darah diambil kira-kira 30 menit sebelum lumbal fungsi. Konsentrasi protein biasanya meningkat.
Kultur darah dianjurkan pada anak-anak yang dicurigai menderita meningitis. Dijumpai leukositosis, pergeseran ke kiri, dan anemia megaloblastik.

G. PERAWATAN.
- Pada waktu kejang.
* Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka
* Hisap lendir.
* Kosongkan lambung untuk menghindari muntah dan aspirasi
* Hindarkan penderita dari rudapaksa (mis jatuh )
- Bila penderita tidak sadar lama.
* Beri makanan melalui sonda
* Cegah dekubitus dan pneumonia ortostatik dengan merubah posisi penderita sesering mungkin.
* Cegah kekeringan kornea dengan boorwater / salep antibiotika
- Pada inkontinensia alvi lakukan lavement
- Pemantauan ketat.
* Tekanan Darah
* Pernafasan
* nadi
* Produksi air kemih
* Faal hemostasis untuk mengetahui secara dini ada DIC
- Penanganan penyulit.
- Fisiotherapi dan rehabilitasi.

H. PENATALAKSANAAN

Farmakologis :
= Obat anti infeksi
* Miningitis tuberkuosa :
- Isoniazid 10 –20 mg/kg/24 jam oral, 2 x sehari maksimal 500 mg, selama 1½ tahun.
- Rifampisin 10 –15 mg/kg/24 jam oral, 1 x sehari selama 1 tahun.
- Streptomisin sulfat 20 – 40 mg/kg/24 jam (IM) 1-2 x sehari, selama 3 bulan.
* Miningitis bakterial, umur < - 2 bulan: - Sefalosporin Generasi ke 3 - Ampisilina 150 – 200 mg (400mg)/kg/24 jam IV, 4-6 x sehari, dan - Kloramfenikol 50 mg/kg BB/24 jam IV 4 x / hari. * Miningitis bakterial umur > bulan:
- Ampisilina 150 – 200 mg (400mg)/ kg/24 jam IV, 4-6 sehari .
- Kloramfenikol 100 mg/kg/24 jam IV, 4 x sehari atau
- Sefalosporin Generasi ke 3.

= Pengobatan Simtomatis.
Diazepam IV; 0,2 – 0,5 mg / kg/dosis, atau rektal : 0,4 – 0,6 mg/kg/ dosis.
Kemudian dilanjutkan dengan:

Asuhan Keperawatan Miningitis

Pengkajian Keperawatan :
Pengkajian keperawatan meningitis tergantung pada tingkat yang luas pada usia anak-anak. Gambaran klinis juga dipengaruhi oleh beberapa tingkat tipe organisme dan efektivitas tetapi terhadap penyakit yang mendahuluinya. Berikut ini pengkajian keperawatan berdasarkan golongan usia tumbuh kembang anak.
 Riwayat Kesehatan Masa Lalu.
Mencakup beberapa pertanyaan sebagai berikut :
- Apakah pernah menderita inpeksi saluran pernafasan akut (ISPA).
- Apakah pernah mengalami prosedur neurosurgital
- Apakah pernah menderita trauma yang mencederai kepala
- Adakah kelainan bawaan (spina bifida)
- Bagaimana riwayat kesehatan ibu selama hamil
- Bagaimana riwayat kesehatan keluarga
- Bagaimana riwayat imunisasi, dll.

Neonatus
Meningitis pada bayi baru lahir dan bayi prematur benar-benar sulit untuk didiagnosa. Manifestasinya samar-samar dan tidak spesifik. Bayi-bayi ini biasanya tampak sehat ketika lahir, tetapi dalam beberapa hari kemudian tampak mulai melemah. Mereka tidak mau makan, kemampuan mengisap buruk, bisa muntah atau diare. Tonus otot melemah (hipotonus), kurang gerak, tangisan melemah. Tanda-tanda lain yang nonspesifik yang dapat muncul meliputi hipotermia atau demam (bergantung pada kematangan bayi), ikterik, mudah terangsang, mengantuk, kejang, napas tidak teratur, apnea, sianosis, dan berat badan menurun. Ubun-ubun menonjol, tegang dapat muncul atau tidak sampai akhir perjalanan penyakit. Bila tidak diobati kondisi anak cenderung menurun hingga kolaps sistem kardiovaskuler, kejang, dan apnea.

Bayi dan Balita
Gambaran klasik meningitis jarang terlihat pada anak-anak usia 3 bulan – 2 tahun. Penyakit ini ditandai secara khas dengan demam, tidak nafsu makan muntah, peka terhadap rangsangan, serangan kejang berulang, yang disertai tangisan merintih. Ubun-ubun besar yang menonjol merupakan penemuan yang paling bermakna dan kaku kuduk dapat muncul/tidak. Tanda-tanda Brudzinski dan Kernig biasanya tidak membantu diagnostik karena sulit untuk menemukannya dan mengevaluasinya pada anak-anak usia ini.

Anak dan Adolesens
Timbulnya penyakit mungkin tiba-tiba, demam, sakit kepala, muntah yang disertai /dengan cepat diikuti oleh perubahan sensoris. Sering kali gejala awal nya berupa kejang yang berulang karena penyakitnya memburuk. Anak jadi mudah terangsang, gelisah, dan dapat berkembang menjadi fotofobia, delirium, halusinasi, kelakuan yang agresif/maniak, mengantuk, stupor, bahkan koma. Kadang-kadang datangnya gejala perlahan-lahan, sering kali didahului oleh gejala-gejala gastrointestinal selama beberapa hari.Kadang-kadang infeksi sebelumnya yang telah diobati menutupi atau memperlambat tanda-tanda meningitis.Anak menolak fleksi dari leher dan karena penyakit bertambah buruk, leher menjadi kaku kuduk sampai kepalanya tertarik kebelakang / hiperekstensi (opitotonus). Tanda Kernig positif, Brudzinski positif. Respons-respons refleks bervariasi, meskipun mereka memperlihatkan hiperaktivitas. Kulit mungkin dingin dan sianotik dengan perfusi perifer yang buruk.

PENGKAJIAN MININGITIS

1. Riwayat: Mengalami infeksi saluran pernapasan atau infeksi telinga, kontak dengan pasien rinitis. Pneumonia dan otitis media seringkali mendahului pneumokokus dan hemofilus miningitis.
2. Gejala subjektif: Sakit kepala yang hebat, nyeri otot, kaku kuduk, sakit punggung, dingin, ekspresi rasa takut. Tidak enak badan dan mudah terangsang.
3. Suhu tubuh: 38– 41° C, dimulai pada fase sistemik, kemerahan, panas, kulit kering,berkeringat.
4. Tanda Vital: Nadi lambat sehingga intra kranial meningkat dan Tekanan Darah meningkat.
5. Tingkat kesadaran: Mula-mula sadar kemudian delirium dan akhirnya Koma.
6. Persarafan: Perubahan refleks. Tidak adanya refleks dinding abdomen, tidak adanya refleks kremasterik pada laki-laki, gangguan refleks tendon. Kaku kuduk. Tanda Brudzinski positif, tanda Kernig positif. Ubun-ubun besar menonjol (bayi).
7. Cairan & Elektrolit: Turgor kulit jelek, berkurangnya output urin.
8. Muskuloskeletal Meningokoksemia kronik : bengkak dan nyeri pada sendi-sendi besar (khususnya lutut dan pergelangan kaki).
9. Kulit: Meningokoksemia:Ptekia dan lesipurpura yang didahului oleh ruam. Pada penyakit yang berat dapat ditemukan ekimosis yang besar pada wajah dan ekstremitas.

Diagnosa yang muncul :

1. Infeksi sehubungan dengan adanya kuman patogen pada cairan serebrospinal dan sekret saluran pernapasan.
2. Perubahan perfusi jaringan otak sehubungan dengan peradangan dan edema pada otak dan selaput otak.
3. Ketidak efektipan pola pernapasan sehubungan dengan perubahan tingkat kesadaran.
4. Gangguan perfusi jaringan perifer sehubungan dengan infeksi meningokokus.
5. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas sehubungan dengan perubahan tingkat kesadaran.
6. Nyeri sehubungan dengan peradangan pada selaput otak dan jaringan otak.
7. Hipertemia sehubungan dengan infeksi.
8. Potensial defisit cairan sehubungan dengan muntah dan demam.
9. Potensial berlebihannya volume cairan sehubungan dengan sekresi ADH berlebihan.
10. Takut sehubungan dengan parahnya kondisi.
11. Kurangnya perawatan diri sendiri sehubungan dengan perubahan susunan saraf pusat.


Diagnosa dan Perencanaan Keperawatan yang dibahas :

1. Infeksi sehubungan dengan adanya kuman patogen pada cairan serebrospinal dan sekret saluran pernapasan.
Data penunjang :
• Laboratorium positif adanya kuman penyebab
• Adanya eksudat saluran napas atas
• Riwayat infeksi saluran napas atau terpapar baru-baru ini dengan pasien rinitis atau meningitis
• Riwayat infeksi virus sistemik
• Riwayat memakai obat-obatan imunosupresif
Tujuan :
• Pasien bebas dari infeksi
• Komplikasi-komplikasi meningitis bakterial dapat dicegah dengan terapi.
dini dan efektif
Intervensi :
 Gunakan isolasi pernapasan selama 24 jam setelah permulaan terapi antibiotoka untuk meningitis bakterial
• Gunakan pelindung sekret selama dirawat karena meningitis
• Anjurkan orang-orang yang kontak dengan pasien diperiksa dan diobati
• Bantu kumpulkan CSS. Catat jumlah dan karakterisik CSS. Beri antibiotika sesegera mungkin sesuai instrusi.
Rasionalisasi :
 Terapi dini antibiotika penting untuk mencegah komplikasi-komplikasi meningitis bakterial
• Setiap jam itu penting
• Mencegah penularan selama waktu penularan yang tinggi
• Mencegah penularan kuman dan mengurangi resiko infeksi dari orang-orang yang kontak dengan pasien
• Sebagai diagnosa laboratorium untuk kuman penyebab dan mencegah penularan
Evaluasi :
1.Pasien terbebas dari infeksi dan komplikasi meningitis
• Laboratorium CSS :
< 30 sel/mm, glukosa dan protein normal, tekanan normal, dan kultur
negatif.
• Refleks pupil normal, kaku kuduk negatif, refleks abdominal negatif
• Kesadaran penuh, orentasi baik, dan memori baik.
2. Infeksi tidak menular keorang-orang yang pernah kontak dengan pasien
Perawat/ tenaga medis rumah sakit dan kontak pasien bebas dari infeksi

2. Perubahan perfusi jaringan otak sehubungan dengan peradangan dan edema pada otak dan otak meninges.
Data penunjang :
• Malaise, pusing, nausea, muntah, iritabilitas, kejang, kesadaran menurun bingung, delirium, koma.
• Perubahan refleks-refleks, tanda-tanda neurologik, fokal pada meningitis, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial ( bradikardi, tekanan darah meningkat ), nyeri kepala hebat.
Tujuan :
• Pasien dapat memperlihatkan perfusi jaringan memadai.
Intervensi :
• Monitor pasien dengan ketat terutama setelah pungsi lumbal. Anjurkan pasien berbaring minimal 4 - 6 jam setelah pungsi lumbal.
• Monitor tanda-tanda peningkatan tekanan inrtakranial selama perjalanan penyakit (nadi lambat, tensi meningkat, kesadaran menurun, napas aritmik, refleks pupil menurun, kelemahan).
• Monitor tanda-tanda vital dan neurologik tiap 5 - 30 menit. Mengenai tekanan intrakranial catat laporkan segera perubahan-perubahannya kedokter.
• Hindari posisi tungkai ditekuk atau gerakan-gerakan pasien, anjurkan untuk bedrest.
• Tinggikan sedikit kepala pasien dengan hati-hati cegah gerakan yang tiba-tiba dan tidak perlu dari kepala dan leher hindari fleksi leher.
• Bantu seluruh aktivitas dan gerakan-gerakan pasien. Beri petunjuk untuk BAB (jangan enema). Anjurkan pasien untuk menghembuskan napas dalam bila miring dan bergerak ditempat tidur. Cegah posisi fleksi pada dan lutut.
• Waktu prosedur-prosedur perawatan disesuaikan / diatur tepat waktu dengan preode relaksasi / sedasi ; hindari rangsangan lingkungan yang tidak perlu.
• Beri penjelasan kepada pasien yang bingung ; artikan / jelaskan lingkungan kepasien dan reorientasikan pasien yang bingung.
• Evaluasi selama masa penyembuhan terhadap gangguan motorik, sensorik dan intelektual.
• Beri zat hipertonik / steroid sesuai dengan instruksi.
Rasionalisasi
• Untuk mencegah nyeri kepala yang menyertai perubahan tekanan intrakranial
• Untuk mendeteksi tanda-tanda syok, yang harus dilaporkan kedokter untuk intervensi dini.
• Perubahan-perubahan ini menandakan ada perubahan tekanan intrakranial dan penting untuk intervensi dini.
• Untuk mencegah peningkatan tekanan intrakranial.
• Untuk mengurangi tekanan intrakranial.
• Untuk mencegah keregangan otot yang dapat menimbulkan peningkatan tekanan intrakranial.
• Untuk mencegah eksitasi yang merangsang otak yang sudah iritasi dan dapat menimbulkan kejang.
• Untuk mengurangi disorientasi dan untuk klarifikasi persepsi sensoris yang terganggu.
• Untuk merujuk ke rehabilitasi.
• Untuk menurunkan tekanan intrakranial.
Evaluasi :
Perfusi jaringan dan oksigenasi baik
• Tanda-tanda vital dalam batas normal
• Syok dapat dihindari.
• Purpura negatif, ptekia negatif.
• Pasien sadar, disorentasi negatif, konsentrasi baik.
• Afek sesuai dengan rangsangan lingkungan.


posted by:
PUTRI NOVIASARI
04.07.1644

Selasa, 20 April 2010

by:ob(organisasi kls b)



FRAKTUR


a. Definisi Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis serta luasnya. Fraktur dapat disebabkan oleh adanya pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak ataupun kontraksi otot ekstrim. Meskipun patah jaringan sekitarnya juga akan terpengaruh yang dapat mengakibatkan udema jaringan lunak, perdarahan keotot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendo, kerusakan saraf dan kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau fragmen tulang.

b. Jenis Fraktur
1. Fraktur Komplet
adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran dari posisi normal
2. Fraktur Tidak komplet
yaitu patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang
3. Fraktur Tertutup ( simpel)
Yaitu fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit
4. Fraktur Terbuka (komplikata atau kompleks)
merupakan fraktur dengan luka pada kulit adau membran mukosa sampai ke patahan tulang. Fraktur terbuka dibagi menjadi:
a. Grade I fengan luka bersih panjangnya kurang dari 1 Cm
b. Greade II luka lebih luas tanpa kerusaka jaringan lunak yang ekstensif.
c. Grade III mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensi yang sangat terkontaminasi dan merupakan yang paling berat.
Fraktur juga dogolongkan sesuai pergeseran anatomis fragmen tulang: fraktur brgeser atau tidak bergaser. Berikut adalah berbagai jenis kusus fraktur:
 Green stick. Fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainya membengkok.
 Trasfersal. Fraktur sepanjang garis tengah tulang.
 Oblik, fraktur membetuk sudut denga membentuk garis tengah tulang (lebih tidak stabil daibanding transfersal).
 Spiral, fraktur memuntir seputar batang tulang.
 Kominutiv, fraktur dalam tulang pecah menjadi beberapa fragmen.
 Depresi, fraktur dengan fragmen patahn terdorong ke dalam (sering terjadi pada tulang tengkorak dan wajah).
 Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi ( terjadi pada tulang belakang).
 Patologik, fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, penyakit paget, metstasis tulang, tumor).
 Avolsi, tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendo pada perlekatannya.
 Epifiseal, fraktur melalui ipifisis.
 Impaksi, fraktur dimana tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.
c. Manifestasi Klinis
1. Nyeri, terus menerus dan bertambah berat sampai fragme tulang di imobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk menimbulkan gferakan atar afragmen tulang.
2. Setelah fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstimitas yang bisa diketahui adengan membandingkan dengan ekstrimitas normal. Ekstrimitas tak dapat berfungsi denga baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritas tulag tempat melengketnya otot.
3. Pada fraktur panjang terjadi pemendeka tulang karena kontraksi otot yang melekat diatas da bawah tempat fraktur.
4. Saat diperiksa dengan tangan teraba derik tulang yang disebut krepitus akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya (uji kreptus dapat berakibat kerusakan jaringan lunak yang lebih berat)
5. Pembegkaan dan perubahan warna lokal pada kulit karena trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelahb eberapa jam atau hari.
Tidak semua tanda dan gejala diatas terdapat pada setiap fraktur. Diagnosis fraktur tergantung pada gejala, tanda fisik, dan pemeriksaaan sinar X.
d. Penatalaksanaan Kedaruratan.
Bila dicurigai adanya fraktur penting untuk mengimobilisasi bagian tubuh segera sebelum pasien dipindahkan bila pasien yang mengalami cidera harus dipindahkan dari kendaraan sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstrimitas harus disangga diatas dan di bawah tempat fraktur untuk mencegah gerakan rotasi/angulasi. Gerakan frgmen patahan tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak, dan perdarahan lebih lanjut. Nyeri dapt dikurangi dengan menghindari gerakan fragmnen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen tulang.
Imobilisasi tulang panjang ekstrimitas bawah juga dapat dilakkan dengan membebat kedua tungkai bersama, dengan ekstrimitas yang sehat sebagai bidai bagi ekstrimitas yang cidera.
Pada ekstrimitas atas lengan dapat dibebatkan pada dada atau lengan bawah yang cidera digantung pada sling. Pada fraktur terbuka luka ditutup dengan pembalut erdih atau steril untuk mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam, jangan sekali-kali melakukan reduksi fraktur bahkan jika ada fragmen tulang melalui luka.
e. Prinsip Penanganan Reduksi Fraktur
1. Reduksi fraktur, mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi tertutup, fraksi, atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi fraktur. Metode yang dipilih tergantung pada sifat fraktur tapi prinsip yang mendasari sama. Sebelu reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan: ijin melakukan prosedur, analgetik sesuai ketentuan, dan persetujuan anestasi.
Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisiya dengan manipulasi dan trksi manual.
2. Traksi , digunakan utuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi yang disesuaikan denganspsme otot yang terjadi.
3. Reduksi terbuka, alat fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku, atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya.
4. Imobilisasi Fraktur, setelah direduksi fragmen tulang harus di imobilisasi dan dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksternal (gips,pembalutan, bidai, traksi kontinyu, pin dan teknik gips atau fiksator eksternal) dan interna ( implant logam ).
5. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi, segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dam imoblisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neuroveskuler ( mis. Pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi dibri tahu segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler. Kegelisahan , ansietas dan ketidaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan. Latihan isometrik dan setting otot diusahaka untuk meminimalkan atrifi disuse dan meningkatkan peredaran darah. Pengembalian brtahap pada aktifitas swemula diusahakan sesuai dengan batasan terapeutik.
6. Faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur.
 Imoblisasi fragmen tulang
 Kontak fragmen tulang maksimal
 Asupan darah yang memadai
 Utrisi yangbaik
 Latihan pembebanan untuk tulang panjang
 Hormon-hormonn pertumbuhan , tiroid, kaisitonon, vitamin D, steroid dan anabolik
 Potensial listrik pada patahan tulang
7. Faktor yang menghambat penyembuhan tulang
 Trauma lokal ekstensif
 Kehilangan tulang
 Imoblisasi tak memadai
 Rongga atau ajaringan diantara fragmen tulang
 Infeksi
 Keganasan lokal
 Penyakit tulang metabolik (paget)
 Tadiasi tulang (nekrosis radiasi)
 Nekrosis evakuler
 Fraktur intraartikuler (cairan senovial mengandung fibrolisin, yang akan melisis bekuan darah awal dan memperlambat pertumbuhan jendalan)
 Usia (lansia sembuh lebih lama)
 Kartikusteroid (menghambat kecepata perbaikan
f. Perawatan Pasien Fraktur tertutup
Pasien dengan fraktur tertutup harus diusahan untuk kembali kepada aktifitas biasa sesegera mungkin. Penyembuhan fraktur dan pengembalian kekuatan penuh dan mobilitas memerlukan waktu berbulan-bulan. Pasien diajari mengontrol pembengkaa dan nyeri, mereka diorong untuk aktif dalam batas imoblisasi fraktur . pengajaran pasien meliputi perawatan diri, informasi obat-obatan, pemantauan kemungkinan potensial masalah, sdan perlunya supervisi perawatan kesehatan.
g. Perawatan Pasien Fraktur Terbuka
Pada fraktur terbuka (yang berhubungan luka terbuka memanjang sampai ke permukaan kulit dan ke daerah cedera tulang) terdapat resiko infeksi-osteomielitis, gas gangren, dan tetanus. Tujuan penanganan adalah untuk meminimalkan kemungkina infeksi luka , jaringan lunak da tulang untuk mempercepat penyembuhan jaringan lunak dan tulang. Pasien dibawa ke ruang operasi, dilakukan usapan luka, pengangkatan fragmen tulang mati atau mungkin graft tulang.
h. Komplikasi Fraktur
a. Komplikasi awal
Komplikasi awal setelah fraktur adalah :
- syok , yang bisa berakibat fatal setelah beberapa jam setelah cidera;
- emboli lemak;
- dan sindrom kompartemen yang bisa berakibat kehilangan fungsi ekstimitas permanen jika tidak segera ditangani.
Komplikasi awal lainya yang berhubungan dengan fraktur adalah infeksi, tromboemboli, (emboli paru), dan juga koagulapati intravaskuler diseminata (KID)
b. Komp1ikasi lambat
Komplikasi lambat yang dapat terjadi setelah fraktur dan dilakukan tindakan adalah :
- Penyatuan terlambat atau tidak ada penyatuan dapat dibantu dengan Stimulasi elektrik osteogenesis karena dapat mamodifikasi lingkungan jaringan membuat bersifat elektronegatif sehingga meningkatkan deposisi mineral dan pembentukan tulang.
- Nekrosis evaskuler tulang terjadi bila tulang kehilangan asupan darah dan mati.
- Reaksi terhadap alat fiksasi internal.

i. Fraktur Tibia Dan Fibula.
Fraktur bawah lutut yang paling sering adalah fraktur tibia dan fi bula yang terjadi akibat pukulan langsung, jatuh dengan kaki dalam posisi fleksi, dan gerakan memuntir yang keras. Fraktur kedua tulasng ini sering terjadi dalam kaitan satu sama lain. Pasien datang dengan nyeri, deformitas, hematome yang jelas dan udema berat. Fraktur ini sering melibatkan kerusakan jaringan lunak berat karena jaringan subkutis di daerah ini sangat tipis.
Jika funfsi saraf peroneus terganggu pasien tak mampu menggerakkan gerakan dorsofleksi ibu jari kaki dan mengalami gangguan sensasi pada sela jari pertama dan kedua. Kerusakan arteri tibialis dikaji dengan menguji respon pengisian kapiler. Pantauan terhadap kompartemen sindrome anterior perlu dengan melihat adanya nyeri yang tak berkurang dengan obat dan bertambah berat bila melakukan fleksi plantar, tegang, nyeri tekan otot di sebelah lateral krista tibia dan parestesia. Fraktur dekat sendi dapat akibatkan komplikasi hemartrosis dan kerusakan ligamen.
Penanganan.
Fraktur tibia tertutup ditangani dengan reduksi tertutup dan immobilisasi awal dengan gips sepanjang tungkai jalan atau patellar tendon bearing. Resuksi harus akurat dari sisi rotasi dan koagulasi. Jika reduksi sulit perlu dipasang pin perkutaneus dan dipertahankan posisinya dalam gips atau fiksasi eksterna.
Pembebanan berat badan parsial diperbolehkan setelah 7-10 hari. Aktifitas akan mengurangi edema dan meningkatkan peredaran darah. Gips diganti dengan gips tungkai bawah atau brace dalam waktu 3-4 minggu yang memungkinkan gerakan lutut. Penyembuhan fraktur memerlukan waktu 6-10 minggu.
Fraktur kominutif terbuka dengan traksi skelet, fiksasi interna dengan batang, plat, atau nail atau fiksasi eksterna. Latihan kaki dan lutut didorong dalam batas alat imobilisasi. Pembebanan berat badan parsial sekitar 4-6 minggu.
Untuk mengurangi udema tungkai ditinggikan , diperlukan evaluasi neurovaskuler berkesinambungan. Adanya kemungkinan kompartemen sindrome perlu dideteksi segera dan ditangani untuk mencegah defisit fungsional tetap.